Di ruang-ruang kelas, komunitas, hingga inisiatif akar rumput, generasi baru pembawa perubahan tengah memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan dampak nyata—sekaligus mendefinisikan ulang apa yang mungkin dilakukan.
Apa yang menjadi penggerak transformasi sejati di era digital saat ini?
Bagi sebagian orang, jawabannya adalah teknologi. Namun bagi para pembawa perubahan inspiratif di Indonesia, faktor utamanya jauh lebih dalam: rasa ingin tahu, tujuan hidup yang jelas, dan keyakinan bahwa dengan alat yang tepat, siapa pun—di mana pun—bisa membentuk masa depan.
Dengan ekonomi digital Indonesia yang diprediksi mencapai US$360 miliar pada tahun 2030, kebutuhan akan talenta digital pun kian meningkat. Berdasarkan laporan Work Trend Index 2025 dari Microsoft, literasi AI kini menjadi keterampilan yang paling dicari, di mana 78% pemimpin global mempertimbangkan untuk menambah posisi yang berfokus pada AI ke dalam tim mereka. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, inisiatif seperti elevAIte Indonesia—program pelatihan Microsoft yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta 22 mitra lintas industri—membantu masyarakat dari berbagai latar belakang membangun pemahaman dasar tentang AI, mendapatkan sertifikasi, dan menerapkan keterampilan mereka secara nyata.
“Kami tidak hanya membangun keterampilan—kami membuka potensi,” ujar Arief Suseno, Direktur Nasional Keterampilan AI Microsoft Indonesia. “Saat seseorang percaya diri menggunakan AI, mereka mulai membayangkan masa depan baru—bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tapi juga untuk komunitas dan negara mereka.”
Berikut kisah tiga pembawa perubahan yang berasal dari latar belakang berbeda, namun memiliki satu misi yang sama: memberdayakan orang lain melalui pembelajaran digital.
Ahmad Zikrillah – Pembelajar Sepanjang Hayat dari Bekasi
Menjelang usia 50 tahun, Ahmad Zikrillah telah menjalani berbagai peran—sebagai teknisi, blogger, guru, dan kini sebagai advokat AI di dunia pendidikan.
Sebagai pendidik sains yang berbasis di Bekasi Utara, ketertarikannya terhadap teknologi sudah tumbuh sejak dini. Semasa SMA, ia sudah menghasilkan uang tambahan dengan memperbaiki perangkat elektronik. Pada tahun 2008, ia bahkan meluncurkan blog tentang elektronik yang berhasil menarik lebih dari 1.000 pengikut. Penghasilan tambahan dari aktivitas ini turut membantunya membiayai rumah yang kini ia tempati.
Semangat belajarnya tak pernah surut. Sepenuhnya belajar secara otodidak, ia pernah mencoba berbagai platform pembelajaran hingga akhirnya mendaftar dalam program elevAIte Indonesia melalui Dicoding, salah satu mitra resmi program tersebut. Di sana, ia mempelajari berbagai keterampilan baru—dari DevOps, pengembangan situs web, pembelajaran mesin, hingga penggunaan Microsoft Copilot.