Penulis : Ghenta Geatovani (Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang)
LensaNTB.com, Malang – Indonesia adalah negara yang baru beranjak dari negara berkembang menuju negara maju, tentu perubahan yang akan dilakukan membutuhkan investasi besar untuk mendorong perekonomian domestik menjadi lebih baik lagi. Dan salah satu investasi berasal dari investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia, dengan menyadari kenyataan bahwa sejauh ini Indonesia masih membutuhkan investor asing.
Demikian juga dengan perkembangan globalisasi di Indonesia mengakibatkan terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia karena Indonesia adalah negara anggota dari Organisasi Perdangangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) yang harus membuka kesempatan masuknya tenaga kerja asing. Oleh karena itu, dalam memperkerjakan tenaga kerja asing harus dilakukan mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan bagi perusahaan atau korporasi yang menggunakan tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja Maruli Apul Hasoloan menyatakan, kendati jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia tiap tahun terus meningkat, namun besar pertumbuhan tersebut tidak signifikan.
Berdasarkan data di Kementerian Ketenagakerjaan RI menunjukkan jumlah TKA hingga akhir 2018 mencapai 95.335 orang. Angka ini meningkat 10,88% dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 85.974 orang. Dari jumlah total tenaga kerja asing itu, sebanyak 30.626 orang merupakan tenaga kerja profesional. Sebanyak 21.237 pekerja asing bekerja sebagai manajer, dan sebanyak 30.708 orang berkiprah menjadi advisor, konsultan hingga direksi. Dari negara asal TKA yang masuk ke Indonesia sampai akhir 2018, masih didominasi dari China dengan jumlah total mencapai 32.000 orang, disusul TKA dari Jepang 13.897 orang, kemudian Korea Selatan 9.686 orang, India 6.895 orang, dan Malaysia sebanyak 4.667 orang.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing disebutkan bahwa penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dilakukan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, kemudian dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri. Setiap Pemberi Kerja TKA, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan, jika masih terdapat jabatan yang belum diduduki oleh tenaga kerja Indonesia maka jabatan tersebut boleh diduduki oleh TKA. Kemudian TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri. Perpres ini juga menegaskan, bahwa Pemberi Kerja TKA pada sektor tertentu dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA yang lain dalam jabatan yang sama, paling lama sampai dengan berakhirnya masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan Pemberi Kerja TKA pertama.
Dengan semakin banyaknya investasi masuk ke Indonesia, maka perekonomian juga diharapkan dapat beranjak naik. Dampak nyata yang timbul dari makin besarnya investasi adalah peluang kerja bagi rakyat Indonesia juga akan semakin besar. Dengan makin banyaknya peluang kerja, maka tingkat kesejahteraan masyarakat juga diharapkan makin baik tanpa adanya kesulitan untuk mengakses pekerjaan bagi masyarakat dan juga angka pengangguran akan menurun. Tetapi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengeluarkan pernyataan yang dapat membuat kening masyarakat berkerut. Karena JK mengatakan kalau dia meminta Wakil Perdana Menteri China, Liu Yandong untuk tidak membawa banyak tenaga kerja ke Indonesia seiring dengan masuknya investor. Karena selama ini ada ribuan tenaga kerja yang dibawa investor China saat berinvestasi di Indonesia.
Sehingga apa yang ditakutkan masyarakat selama ini benar, kalau ada serbuan tenaga kerja dari China. Dan itu akan mengurangi peluang anak bangsa untuk mendapatkan pekerjaan. Tentu sulit bagi tenaga kerja Indonesia untuk bersaing, karena hanya perusahaan yang memiliki hak untuk merekrut sumber daya manusianya. Dalam hal ini tentu para investor akan lebih memilih sumber daya manusia atau tenaga kerja dari negara mereka sendiri, dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran dan mensejahterakan rakyatnya sendiri. Kalau investasi yang masuk disertai dengan tenaga kerja, tentu kita sebagai tuan rumah akan menjadi penonton dan konsumen saja.
Dalam hal ini akan memberikan dampak bagi kita karena sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam negeri akan menjadi pengangguran dan tidak akan sejahtera karena peluang kerjanya telah diambil oleh tenaga kerja asing. Dengan ramainya tenaga kerja asing yang masuk selama ini, tentu akan membuat kesempatan kerja menjadi sulit dan mengakibatkan angka pengangguran meningkat. Inilah faktanya, dimana tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah masih belum maksimal karena masyarakat merasa kurangnya mendapat perhatian dari pemerintah dan mengangap bahwa kinerja pemerintah sejauh ini cenderung lebih pro terhadap investor dibandingkan rakyatnya yang secara konstitusi harus dilayani dengan baik.
Inilah yang menjadi kontra dalam kehidupan sosial kita. Menurut saya, selama masyarakat Indonesia belum mampu untuk melaksanakan suatu pekerjaan, kenapa tidak bagi pemerintah untuk mengambil atau merekrut tenaga kerja ahli dari luar negeri jika tenaga kerja dari dalam negeri belum mampu bersaing. Namun disisi lain pemerintah juga harus mengoptimalkan pendidikan dan mendayagunakan sumber daya manusia di Indonesia dengan membuka lapangan pekerjaan dan balai latihan kerja untuk menekan angka pengangguran di Indonesia.
Ivan Taufiza, Ketua Umum Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) memberikan saran dan solusi mengenai keseimbangan antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja nasional. Ivan bersama seluruh anggota ISPI menyarankan, agar pemerintah segera membuat paket kebijakan tenaga kerja asing yang menyeluruh, konsisten, dan berkeadilan. Karena saat ini jumlah tenaga kerja asing terus bertambah setiap tahunnya. Dan menurut Ivan, minimal ada empat cara untuk membuat kebijakan tenaga kerja asing yang seimbang, sesuai dengan mekanisme pasar dan berkeadilan di Indonesia. Pertama, dengan melakukan survei tahunan tentang kondisi pemintaan dan penawaran pasar tenaga kerja asing. Kedua adalah membuat rasio jumlah tenaga kerja asing dibandingkan dengan banyaknya jumlah orang Indonesia (dengan jenjang tertentu), yang masih bekerja di perusahaan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan sangat mudah karena pemerintah sekaligus bisa mengukur, mengelola atau bahkan menghukum perusahaan yang nakal. Ketiga, perusahaan harus mengisi posisi manajemen kunci dengan minimal dua orang Indonesia. Ini berarti perusahaan tersebut harus merancang cara dan pengembangan yang berkelanjutan untuk melatih dan mempertahankan pekerja Indonesia yang profesional dan kompeten.
Sehingga tidak mudah menggantikan posisi manajemen kunci dengan tenaga kerja asing. Keempat, dengan menerapkan rasio zona industri dan level. Secara berkala, pemerintah melakukan review dan menetapkan zona industri dengan jenjang tertentu, yang hanya boleh diisi oleh orang Indonesia dan tertutup bagi tenaga kerja asing.
Terdapat beberapa alternatif solusi untuk tenaga kerja nasional, yaitu pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada para tenaga kerja dan memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja berdasarkan aturan-aturan yang telah dikeluarkan. Kemudian dengan implementasi program berkelanjutan dari pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan dengan melakukan sosialisasi penggunaan teknologi dan internet bagi seluruh tenaga kerja di Indonesia sebagai akselerasi peningkatan produksi. Tentunya ini bertujuan agar tenaga kerja di Indonesia semakin produktif dan profesional, sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.