LensaNTB.com, Sumbawa Barat – Dalam sejarah peradaban manusia, kebajikan dan kelaliman selalu hadir bersamaan dan saling merebut pengaruh dalam ruang ruang publik. Begitu juga dengan dunia politik, dua entitas itu saling berkejaran satu sama lain.
Politik hadir ditengah masyarakat sebagai pembaharuan dalam berbangsa dan bernegara serta diatur dalam sistem yang demokratis. Politik bukanlah hal yang harus dibenci, politik bukanlah wadah untuk saling mencaci maki, politik adalah hal yang harus disyukuri.
Politik 2018 cenderung menggunakan politik ketakutan yang muncul di Negeri ini sejak dimulainya pertarungan antar elite Bangsa dan mengabaikan mana yang sebenarnya menjadi prioritas dan tujuan utama dalam berpolitik.
Lupakan ! Semua bebas berpolitik dengan cara yang diminati, tidak satupun yang mampu mngintimidasi sesorang dalam menetukan pilihan politiknya. Sejatinya politik yang membesarkan suatu negara demokratis , lalu mengapa sebagian kita masih takut untuk berpolitik?!
Kembali kekalimat awal untuk menyederhanakan pemahaman tentang mana yang bajik dan mana yang lalim, cukup melihat manfaat ‘kuasa’ yang diperebutkan. yang bajik pasti untuk kepentingan bersama dalam jangka waktu yang lama. sedangkan yang lalim bercirikan kepentingan pribadi atau kelompok dalam waktu yang sesaat. Kebijakan demi kebijakan disajikan kepada masyarakat betapa pentingnya memahami sistem demokratis. Namun tak dapat diabaikan, sebagaian penggerak roda politik bermain sesuka hati menorehkan kelaliman dalam sistem yang dibangunnya sendiri.
Lalu mengapa kita dipaksa untuk berpolitik akal sehat, jika penggerak rodanya saja tidak mampu menaklukkan kelalimannya? Adakah hal itu dipikirkan dari setiap kebijakan yang dimunculkan, ataukah dimunculkan begitu saja sebagai ritme gaya politik baru ?
Dalam kehidupan politik kita sehari-hari, sangat mudah membedakan dua hal tersebut. Bila diuraikan lebih lanjut tentang kepentingan pribadi dan sesaat, maka dapat kita temukan ciri praktik politiknya: Suka menggunakan politik identitas (terutama agama) sebagai siasat politiknya, menebar hoaks untuk merebut opini, mengandalkan uang dalam meraih simpati rakyat, memanipulasi hukum untuk menutupi kelemahannya. Sedangkan ciri politik kebaikan bersama (jangka panjang) : mengumbar kejujuran,keadilan, kebersamaan, solidaritas, prestasi, optimisme, pengharapan dan keyakinan.
Politisi yang bercirikan kebajikan atau kelaliman sangat dipengaruhi sistem nilai yang dianutnya. Politisi yang berangkat dari pikiran: untung-rugi, menang-kalah, kelas sosial, materialisme, sangat dekat dengan politik kelaliman. sangat berbahaya bagi kebaikan bersama ( bonum commune). Sedangkan politisi yang berangkat dari pikiran: keadilan, kesetaraan, solidaritas, identik dengan politik kebajikan.
Sistem nilai menjadi kata kunci dalam mempengaruhi orientasi politik. Sistem nilai yang dianut seorang politisi sangat tergantung latarbelakang : Budaya, pendidikan, Idiologi partai politik yang dianutnya. Disini dibutuhkan internalisasi nilai. Namun proses semacam ini sepi di negara kita. Semestinya hal itu harus dikerjakan partai politik. Namun partai politik di Indonesia cenderung sebatas urusan electoral, sehingga abai dengan doktrinasi nilai-nilai. itulah sebabnya sulit melahirkan politisi-politisi yang berorientasi kebajikan.
Ah, sudahlah…. jaman sekarang bukanlah jaman untuk menjatuhkan lawan, bukanlah jaman untuk menjelekkan lawan, bukan pula jaman untuk menorehkan luka baru diatas penderitaan korban bencana alam.
Lalu Negara ini tinggal berharap kepada orang-orang yang melihat politik sebagai optimisme masa depan Bangsa. orang semacam ini adalah pihak yang berpikir diluar kebiasaan (out of the box). Melihat kekuasaan untuk kebaikan bersama, bukanlah untuk diri sendiri dan kelompoknya. 2019 sudah didepan mata, kita berharap kepada orang-orang yang optmis membangun Bangsa, yang optimis memberikan yang terbaik untuk Bangsa dan Negara.
Orang-orang seperti itu adalah yang berani tampil beda. Menciptakan jalur sendiri dalam gelombang perebutan kekuasaan. Tanpa memikirkan untung-rugi, apalagi hanya persoalan menang-kalah. Orang semacam ini tidak bergeming dengan ancaman, apalagi ditakut-takuti dengan persoalan elektablitas. Karena kepuasan politiknya adalah: konsistensi mempertahankan kebajikan dan membuat jarak dengan kelaliman.
Orang-orang seperti itu adalah yang mampu menyatukan perbedaan dengan latar budaya serta keyakinan yang berbeda. Tak banyak yang mampu melakukannya, dibawah tekanan yang begitu besar dan membahayakan jiwannya.
Mari tebarkan kebaikan serta optimisme dalam berpolitik, sadarlah bahwa dengan meraih kekuasaan bukanlah tujuan utama untuk menjadi pemenang.
Terapkan harapan dan niat yang baik dalam berpolitik sehat adil dan bijaksana, agar segala kebijakan yang dilahirkan, tidak semata-mata untuk dinikamati sesaat oleh orang-orang tertentu. Jadikanlah kekuasaanmu sebagai tombak untuk menaklukkan kelaliman, janganlah cepat merasa puas dan bangga dengan hasil yang kau raih, agar terus berenah serta terus memperbaiki diri.
Penulis : Anna Malika
Editor : Sudirman Bogie