
Muhammad Met Saat Mengukir Akar Pohon (Foto Ist)
LensaNTB.com, Sumbawa Barat – Kerajinan tangan dari bahan limbah kayu belakangan banyak dimanfaatkan untuk membuat suatu karya. Bahkan, tidak sedikit kerajinan tangan dari limbah kayu memiliki nilai jual yang baik.
Kreativitas menembus batas. Barang yang tadinya dipandang sebelah mata ternyata bisa disulap menjadi sebuah ukiran seni yang tak bosan untuk dipandang.
Namun demikian, tidak semua pengrajin memanfaatkan kayu sebagai bahan membuat karya. Seperti yang dilakukan Muhammad warga kelahiran Kelurahan Menala Rt 02 Rw 02 Kecamatan Taliwang Sumbawa Barat.

Bakat Seni mengukir yang dimiliki oleh seorang Muhammad Met
Sejak tahun 1994, Met akrab disapa. sudah berprofesi menjadi pengukir berbahan limbah kayu di Taliwang. Met memanfaatkan akar pohon untuk dijadikan sebuah karya yang memiliki nilai jual.
“Kalau menurut saya kayu itu tidak ada yang berbeda sama-sama kuat,” ujar Met, Jum’at (23/11/2018) saat diwawancarai Reporter Media LensaNTB.com

Bakat Seni mengukir yang dimiliki oleh seorang Muhammad Met
Met menjelaskan, akar pohon menjadi bahan utama karena harga yang lebih murah dibandingkan limbah kayu. Selain itu, akar pohon mudah dicari, bahkan dia sering mencari akar pohon sendiri untuk diukir menjadi sebuah karya.
Dalam ukirannya, Met dominan membuat desain bertema penguasa alam di bumi baik darat, air maupun udara. Seperti ukiran naga yang dikenal sebagai raja air, dan Elang raja udara.
“Masing-masing diambil karena hewan yang menguasai alam karena melewati masa kejayaan yang tinggi,” tutur dia.
Dalam membuat ukiran dari akar pohon, Met tidak hanya cenderung memanfaatkan pohon jati saja. Met juga bisa membuat ukiran dari berbagai macam bahan pohon yang ada di alam.
“Kayu jati kan karena namanya sudah terkenal saja jadi mempengaruhi harga padahal menurut saya kayu itu sama saja dan saya sering pakai akar, selain jati, mangga dan nangka hasilnya juga tidak kalah bagus,” ujar dia.
Dalam proses pembuatannya Met juga menggunakan proses manual yaitu dengan menggunakan tatah, gergaji, dan sejumlah alat manual lainnya. Saat pembuatan, ia mengaku juga tidak kesulitan.
Namun demikian, kerajinan ukir berbahan dasar akar pohon yang dibuat Met belum banyak dikenal di khayalak ramai. Met mengaku promosi karyanya itu dilakukan dari orang-orang terdekat.
“Justru saya sedang menunggu campur tangan atau bantuan pemerintah tapi dari tahun 1994 sampai sekarang tidak ada jadi ya jalani saja,” ungkapnya.

Pada Saat Mengukir Akar Pohon (Foto Ist)
Met mengaku sebelum menggeluti profesinya sebagai pengukir akar pohon, Met sempat menjadi tukang kayu, tukang membuat Patung berbahan semen, bahkan pernah pada tahun 1994 pertama kali membuat salah satu icon Desa Menala saat itu adalah ‘Patung Nuyu.’ kemudian Keputusannya beralih profesi tersebut lantaran ketertarikannya pada kerajinan seni ukir berbahan dasar limbah kayu.
Untuk pembuatan ukiran tersebut, Met mampu membuat dua patung ukir selama satu bulan sampai empat bulan. Bahkan Met pun kerap melayani pesanan ukiran kayu di beberapa tempat.
“Tergantung permintaan saja kalau harga cocok satu bulan juga sudah bisa dibuat,” sambung dia.
Reporter : Sudirman Bogie
Editor : Tim